Pages

Selasa, 25 Juni 2013

Penyakit Viral Ayam

Newcastle Disease ( ND )

Penyebab : RNA virus genus Rubula virus strain Avian paramyxovirus

Sifat Virus
  1. Mudah mati terhadap sinar UV ( Ultraviolet ) / sinar matahari, pemanasan pada suhu 56o C selama 3 jam atau pada suhu 60oC selama 30 menit. 
  2. Bahan - bahan kimia : virus sensitif terhadap larutan eter, virus mati terhadap larutan formalin, virus mati terhadap larutan phenol.
  3. Virus mati denngan pH asam
  4. Virus ini memiliki amplop dan tidak bersegmen sehingga mudah dalam desinfeksi.
  5. Mempunyai kemampuan mengaglutinasi sel darah merah. 
Umur terserang : Semua umur ( starter - grower - layer )
Masa inkubasi : 2 - 15 hari, rata - rata : 5 - 6 hari
Morbiditas : 100 %
Mortalitas : 90 - 100 % ( fase starter ), 30 - 50 % ( fase grower ), tidak ada kematian ( fase layer ).

Klasifikasi Newcastle Disease

1. Berdasarkan sifat keganasan ( pathogenicity )
  • Lentogenic, memiliki sifat virulensi paling rendah. Yang termasuk strain ini adalah : F strain, B1 strain, dan Lasota strain.
  • Mesogenic, memiliki sifat virulensi menengah. Yang termasuk strain ini adalah : Mukteswar strain, Hartfordshire ( H ) dan Komarov ( K ) strain, dan Roakin strain.
  • Velogenic, memiliki sifat virulensi paling tinggi ( keganasan tertinggi ), Yang termasuk strain ini adalah : GB strain, Hearts strain dan ITA strain.
Strain yang sering dipakai untuk virus vaksin adalah dari Lentogenic ( vaksin Live ) serta mesogenic ( vaksin Killed ) tetapi tidak menutup kemungkinan strain Velogenic dijadikan strain untuk vaksin killed.

2. Berdasarkan gejala klinis dan patologi anatomi
  • Bentuk Doyle, menyerang secara akut, menyebabkan kematian di semua umur, lesi hemoragie pada saluran pencernaan dan dikenal dengan Velogenic Viscerotropic Newcastle Disease ( VVND ).
  • Bentuk Beach, menyerang secara akut, seringkali menyebabkan kematian pada semua umur, gejala klinis terlihat pada saluran pernafasan dan saraf dan dikenal dengan Neurotropic Velogenic Newcastle Disease.
  • Bentuk Beaudette, kematian hanya terjadi bila menyerang starter - grower, gejala klinis mirip bentuk beach ( pada saluran pernafasan dan saraf ).
  • Bentuk Hitchner, disebabkan oleh virus Lentogenic atau penggunaan vaksin live, gejala klinis yaitu adanya gangguan respirasi ringan.
  • Bentuk Asymtomatic - Enteric ( tidak ada gejala klinis pada saluran pencernaan ).
Gejala Klinis
  1. Kotoran hijau
  2. Adanya lacrimasi ( air mata berlebih ) pada mata karena adanya iritasi yang ditimbulkan oleh virus ( mirip ILT ).
  3. Tremor ( ayam membuat gerakan mematuk berulang kali )
  4. Ngorok ( lebih mudah diamati pada malam hari ), pengobatan dengan antibiotika tidak menunjukkan tanda membaik
  5. Penurunan produksi telur di semua umur produksi ( mirip IB )
  6. Penurunan kualitas telur : Bentuk abnormal, Kerabang telur tidak beraturan, tipis kasar dan berwarna pucat, Putih telur normal, Blood spot ( bintik darah ) pada kuning telur 
  7. Tortikolis / menggelengkan kepala terus - menerus.( jarang terjadi jika program vaksin normal / standar)
  8. Kematian tinggi pada fase starter ( 50 - 100 % ), fase Grower kematian moderate sampai 50 %.
Post Mortem
  1. Trachea hemoragie.
  2. Ptechie pada proventrikulus ( seperti tapal kuda ).
  3. Nekrosis di usus sebesar biji kacang bisa ditemukan 1 - 3 buah.
Penanganan Kasus

1. Terapi Causatif ( penyebab )
  • Lakukan revak ND Clone dengan aplikasi tetes mulut / tetes mata / air minum.
  • Dua minggu setelah revak ND Clone, ayam bisa divaksin lagi dengan ND Clone atau ND Lasotauntuk menguatkan titer antibodi.
  • Apabila ada infeksi sekunder, maka lakukan Revak ND dulu baru infeksi sekunder ditangani.
2. Terapi Supportif ( penunjang )
  • Berikan vitamin dosis tinggi sampai Intake pakan Normal.
  • Tambahkan air gula 5 - 10 % untuk mengganti energi sampai kematian turun.
  • Berikan elektrolit sampai intake pakan normal. 

Infectious Laryngo Tracheitis ( ILT )

Penyebab : Herpes virus grup A, famili Herpesvirus sub famili Alphaherpesviridae.

Sifat Virus
  1. Mudah mati terhadap :  Sinar UV ( sinar matahari ), pemanasan pada suhu 55oC selama 10 - 15 menit, pemanasan pada suhu 35oC selama 48 jam. ( Bila virus ada di trachea pada bangkai ayam, maka : virus mati pada pemanasan suhu 37oC selama 44 jam atau virus mati pada pemanasan suhu 13 - 23oC selama 10 hari. ).
  2. Bahan - bahan kimia : Virus mati terhadap larutan kresol ( Lysol ) 3 %, Virus mati terhadap larutan soda api 1 % ( virus mati kurang dari 1 menit ).
  3. Dibawah suhu 0oC mampu bertahan hidupdan tetap infektif diluar tubuhinduk semang.
  4. Virus ILT akan tetap hidup didalam tubuh ayam yang sudah sembuh dari infeksi, hal ini ditandai dengan adanya perkejuan yang mengeras disekitar mata. Ayam yang seperti ini bisa menjadi sumber penularan seumur hidup ( ayam carrier ).
Umur terserang : Semua umur ( starter - grower - layer ).
Masa inkubasi : 6 - 12 hari.
Morbiditas : 90 - 100 %.
Mortalitas : 0- 40 %.
  • Semakin muda umur ayam yang terserang, maka mortalitas akan semakin tinggi.
  • Semakin muda umur ayam yang divaksin, maka semakin tinggi reaksi post vaksinal.
  • Untuk ayam yang tidak pernah divaksin ILT, angka mortalitasnya semakin tinggi ( 20% - 40% ), sedangkan untuk ayam yang sudah pernah divaksin, angka mortalitasnya rendah ( 0 - 10 % ).
  • Proses kematian bisa dimulai pada saat usia starter dan kadang - kadang diakhiri pada saat usia layer tua.
  • Sebagian besar kematian terjadi karena kesulitan bernafas ( seperti tercekik ) karena adanya pseudomembrane ( penyumbatan berupa keju didaerah laring ).
Gejala Klinis
  1. Conjungtivitis ringan ( pada fase ini peternak tidak pernah tahu ).
  2. Conjungtivitis ( mbrebes / berbusa / bengkak merah ) pada sebelah mata ( asimetris).
  3. Batuk ( bunyi cekuuok ).
  4. Pilek ( lendir bau amis ).
  5. Adanya perkejuan yang mengeras disekitar mata.
  6. Terjadi penurunan produksi telur pada ayam Ras 10% - 40% ( jika tidak pernah vaksin ILT ) dan penurunan 2% - 10% ( jika pernah vaksin ILT ).
  7. Kebanyakan peternak kecil hanya tahu produksi turun ( butiran telur berkurang dari jumlah sebelumnya ), tetapi tidak tahu produksi jelek ( produksi dibawah standar ).
  8. Pada layer, ayam menjadi kurus dan berat badan turun.
Post Mortem
  1. Laring tersumbat oleh perkejuan.
  2. Radang pada trachea ( tracheitis ), bila lendir dipelurut akan berwarna merah.
  3. Pada kasus kronis kulit menyatu dengan tulang dada ( kurus ).
  4. Ovarium berkembang tidak sempurna.
Penanganan Kasus

1. Terapi Causatif ( penyebab )
  • Ayam belum vaksin : bila ayam muda penyakit masih stadium awal, sebaiknya dilakukan vaksinasi dari ayam yang terinfeksi paling ringan ke ayam yang terinfeksi paling berat. Berikan desinfektan lewat air minum sepanjang hari sampai kasus selesai.
  • Ayam sudah vaksin ( terlambat vaksin ) : vaksin tidak perlu diulang, terapi yang dilakukan hanya terapi supportif. Berikan desinfektan lewat air minum sepanjang hari sampai kasus selesai.
2. Terapi Symtomatif ( gejala klinis )
  • Ayam belum vaksin : antibiotika wajib diberikan ketika ayam mulai mbrebes ( biasanya mulai hari ke-10 post vaksin ). Antibiotika yang diberikan adalah antibiotika broad spectrum yang diberikan minimal 3 hari secara berurutan untuk mencegah / mengobati infeksi sekunder. Antibiotika ini diberikan pada pagi hari dan siang hari diberikan vitamin dosis tinggi untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
  • Ayam sudah divaksin : Antibiotika yang diberikan adalah antibiotika broad spectrum yang diberikan minimal 3 hari secara berurutan untuk mengurangi reaksi post vaksinal dan mengobati infeksi sekunder dan antibiotika ini diberikan mulai hari ke-10. Antibiotika diberikan pada pagi hari dan pastikan bahwa antibiotika ini masuk kedalam tubuh ayam ( karena nafsu minum berkurang ).
 3. Terapi Supportif
  • Ayam belum vaksin : setelah vaksinasi baerikan vitamin dosis tinggi + air gula sampai kasus selesai ( ± 1-2 bulan ).
  • Ayam sudah di vaksin ( terlambat vaksin ) : berikan vitamin dosis tinggi + air gula sampai kasus selesai ( ± 1-2 bulan ). 
GUMBORO ( Infectous Bursal Disease / IBD )

Penyebab : Birna virus, tidak beramplop sehingga memiliki kestabilan tinggi dan tahan terhadap beberapa bahan kimia, pada suhu kamar tahan sampai  ± 8-10 bulan.

Sifat Virus
  1. Mudah mati terhadap : sinar UV ( matahari ), pemanasan pada suhu 56oC selama minimal 5 jam atau pada pemanasan  dengan suhu 70oC selama 30 menit.
  2. Ketahanan virus terhadap bahan kimia : 
    • Virus tetap hidup terhadap desinfektan : Larutan Eter, larutan Kloroform, larutan Phenol 0.5% pada suhu  30oC selama 1 jam.
    • Virus mati terhadap desinfektan : larutan Formaldehyde, larutan Iodine ( yodium ), larutan Kresol.
  3. Pengaruh pH terhadap ketahanan virus Gumboro : virus mati pada pH >12 ( diatas 12 ) dan virus hidup pada pH 2 - pH 12.
 Umur terserang : Starter
Gumboro hanya terjadi pada ayam muda ( ± 3-8 minggu ) atau selama Bursal Fabrisius ( BF ) masih terdapat pada ayam.  Penyakit ini menyebabkan Immunosupresi yaitu penurunan tingkat kekebalan.

Masa Inkubasi : 18 - 36 jam
Morbiditas : 80 - 100 % ( layer ), 50 - 100 % ( Broiler )
Mortalitas : 10 - 30 % ( layer ), 5 - 20 % ( broiler )

Gejala Klinis
  1. Suhu tubuh tinggi 44oC / 111oF sehingga ayam mengalami tremor ( badan gemetar ).
  2. Ayam kelihatan mengantuk,biasanya terlihat dipojok kandang ( mirip Coccidiosis ).
  3. Diare putih seperti pasta karena adanya asam urat yang keluar dari ginjal.
  4. Sayap menggantung ( mirip Coccidiosis ).
  5. Kematian tinggi selama 7 hari
Post Mortem
  1. Hemoragie terutama pada otot paha dan otot dada ( mirip Malaria dan AI .
  2. Ptechie diperbatasan proventriculus dan ventriculus ( mirip AI ).
  3. Bursa fabrisius bengkak ( 2 - 3x ukuran normal ) dan hemoragie ( mirip AI ).
  4. Terjadi pembengkakan pada ginjal dan dijumpai lesi - lesi warna putih karena penimbunan asam urat.
  5. Ditemukan uretes ( asam urat ) disaluran ureter.
  6. 7 hari setelah infeksi Bursa fabrisius ( BF ) mengalami atropi ( mengecil), yaitu berukuran 1/4 - 1/2 dari ukuran normal, selanjutnya BF mengecil dan selama hidup akan digantikan dengan tymus.
  7. Bursa bengkak belum tentu terinfeksi Gumboro, bisa karena reaksi post vaksinal dari vaksin Gumboro hot.
Penanganan Kasus

1. Terapi Causatif
  • Jangan melakukan vaksin apapun ketika penyakit sedang berjalan ( ± 7 hari ).
  • Jangan melakukan vaksinasi Gumboro setelah kasus selesai meskipun sejarah ayam tsb belum pernah divaksin Gumboro karena kekebalan dari infeksi alam sudah bisa melindungi sampai umur 8 minggu.
  • Setelah 7 hari lakukan vaksinasi ND dengan menggunakan ND Clone
2. Terapi Symtomatif
  • Hentikan pemakaian antibiotika pada saat penyakit sedang jalan.( karena akan memperberat kerja ginjal sehingga akan memperbanyak kematian pada populasi.
  • Berikan Diuretika ( Obat Gumboro ), tujuannya adalah meluruhkan asam urat yang menumpuk di ginjal. Sedangkan lama pemberian diuretika adalah 3 - 7 hari.
 3. Terapi Supportif
  • Berikan vitamin dosis tinggi dan vitamin elektrolit.
  • Berikan larutan air gula 5% - 10%.
INFECTIOUS BRONCHITIS ( IB )

Penyebab : RNA virus genus Coronavirus, memiliki beberapa srotype dan yang terkenal adalah :
  • Massachusetts
  • Connecticut
  • Holland
 Sifat Virus
  1.  Mudah mati terhadap : Sinar UV ( sinar matahari ), Pemanasan pada suhu 56oC selama 15 menit atau pada pemanasan 45oC selama 90 menit.
  2. Bahan - bahan kimia : Virus mudah mati pada semua jenis desinfektan, Virus mati terhadap larutan 0.1% Beta Propiolactone ( BPL ), Virus mati terhadap larutan 0.1% Formalin.
  3. Mempunyai kemampuan mengaglutinasi ( menggumpalkan ) sel darah merah.
Umur Terserang : Semua umur ( starter - grower - layer )
Virus ini terutama menyerang saluran pernafasan dan saluran reproduksi, tetapi ada beberapa strain yang menyebabkan nephropatic ( kerusakan ginjal ) terutama pada ayam broiler.
Masa Inkubasi : 36 - 48 jam
Morbiditas : 100 %
Mortalitas : Broiler 30 %, Layer 0 %.

Gejala Klinis
Fase Starter
  1. Sering ditemukan pada Broiler.
  2. Gangguan pernafasan hebat seperti batuk, bersin dan nafas terengah - engah ( mirip ILT ).
  3. Hidung mengeluarkan cairan berlendir sampai pembengkakan sinus ( mirip Coryza ).
  4. Lesu, sering bergerombol dibawah pemanas.
  5. Nafsu makan turun, yang akan diikuti turunnya berat badan.
  6. Kematian tinggi ( infeksi sekunder dan nephropatic )
  7. Pada fase starter layer, gejala ini jarang terjadi.
Fase Grower
     Bila tidak di vaksin IB
  1. Bersin dan keluar air mata merupakan gejala awal.
  2. Mata berair ( mirip ILT )
  3. Hidung mengeluarkan cairan berlendir sampai pembengkakan sinus.
  4. Batuk dan penyumbatan pada hidung sehingga nafas terengah - engah.
    Bila divaksin IB : Ngorok ringan ( krek ).

Fase Layer
  1. Nafsu makan normal.
  2. Pertambahan berat badan 5 % - 20 % karena ayam tidak bertelur tetapi intake pakan normal.
  3. Hanya menyerang puncak produksi.
  4. Penurunan produksi telur sampai 20 % - 50 %.
  5. Penurunan kualitas telur : Bentuk telur abnormal, Kerabang telur tidak beraturan ( tipis, kasar, dan berwarna pucat ), Putih telur tidak berselaput ( tidak bisa dibedakan antara yang kental dan encer ), Blod spot ( bintik merah ) di kuning telur, Pada breeding kualitas daya tetas telur menurun.
Post Mortem
  1. Radang ringan pada trachea dan bronchiolus ( percabangan trachea ).
  2. Pada broiler yang diserang IB nephropatic : Terjadi keradangan pada ginjal, Terjadi pembesaran ginjal karena deposit asam urat ( mirip Gumboro ), ditemukan kristal asam urat di ureter.
  3. Ovarium tidak berkembang sempurna ( bakal telur tidak matang berurutan ).
  4. Bakal kuning telur atau ovarium berukuran abnormal ( tidak ada yang masak ).
  5. Perdarahan pada ovarium.
  6. Gangguan perkembangan oviduct ( Infundibulum, magnum dan ismus ).
Penanganan Kasus

1. Terapi Causatif ( Penyebab )
  • Bila terdiagnosa IB tanpa penyakit lain, lakukan revak IB dengan strain selain Massachusetts.
2. Terapi Symtomatif
  • Pengurangan Kualitas pakan.
3. Terapi Supportif ( penunjang )
  • Vitamin dosis tinggi bisa diberikan sampai kondisi telur kembali normal. 

EGG DROP SYNDROME

Penyebab : Group III Avian Adenovirus, Genus Atadenovirus, Famili Adenoviridae.

Sifat Virus
  1. Virus mudah mati terhadap : Sinar UV, Pemanasan pada suhu 56oC selama 3 jam serta pada suhu 60oC selama 30 menit, Bahan - bahan kimia 0.5% Formaldehyde, 0.5% Glutaraldehyde, tetapi stabil pada larutan Choloroform.
  2. Virus stabil pada pH 3 - 10
  3. Virus melakukan replikasi ( memperbanyak diri ) di sel epitel infundibulum, ismus, ginjal dan mukosa hidung.
Umur terserang : Ayam puncak produksi
Masa Inkubasi : 7 - 9 hari
Morbiditas : 80% - 100%
Mortalitas : 1% - 2%

Gejala Klinis
  1. Tanda awal adalah hilangnya pigmen warna pada telur yang kemudian dengan cepat diikuti oleh kerabang lunak dan terakhir telur tanpa kerabang ( hampir 50% ).
  2. Yang sering dijumpai adalah telur dengan kerabang tipis, dimana kerabangnya bertekstur seperti pasir dan lunak yang dikenal dengan nama "a sand paper" ( hampir 50% ).
  3. Terjadi penurunan produksi telur 20% - 40%.
  4. Kasus EDS biasanya berlangsung sekitar 4 minggu.
  5. Produksi telur mulaai membaik ( bentuk dan jumlah telur ) pada minggu ke-3.
  6. Produksi tidak bisa kembali normal berdasarkan standar ( hanya mendekati standar ).
  7. Konsumsi pakan normal.
Post Mortem
 Sumber : R dan D Dept. 2010. Penyakit Viral. Blitar : Satwa Unggul Group.

Senin, 24 Juni 2013

AFLATOKSIN PADA AYAM PETELUR

Penyebab
  • Aspergillus flavus
  • Menghasilkan metabolit sekunder berupa aflatoksin
  • Aflatoksin ini bersifat immunosupressant
  • Aflatoksin memiliki 4 jenis ( B1 - B2 - G1 - G2 )
  • Jenis B1 yang paling toxigenik dan karsinogenik
  • Aflatoksin ini sering mengkontaminasi bahan baku pakan ( jagung, gandum, bekatul, bungkil kedelai (BKK), corn gluten meal, DDGS )
  • Kadar minimal aflatoksin 50 ppb dalam bahan baku pakan ( 1 ppm setara dengan 1000 ppb )
Sifat Jamur
      Jamur ini akan mudah tumbuh pada kondisi :
  1. Kadar air 14 % atau lebih dalam bahan baku pakan
  2. Suhu berkisar 20 - 30oC
  3. Kelembaban relatif tinggi diatas 80 %
  4. Kondisi penyimpanan yang buruk
  5. Aflatoksin dimetabolisme di hati
Umur terserang : starter - grower - layer
  • Morbiditas : 100 %
  • Mortalitas  : 25 - 50 %
Masa inkubasi : 4 - 10 hari

Penularan 
      1. Sumber Penularan
          ~ Bahan baku pakan yang terkontaminasi aflatoksin
   
      2. Proses berpindahnya aflatoksin ke tubuh ayam
          ~ Pakan ayam yang terkontaminasi termakan oleh ayam sehat
          ~ Toksin yang terhirup oleh ayam sehat

Gejala Klinis
  1. Kesulitan bernafas ( ayam ter-engah2 )
  2. Kehilangan nafsu makan
  3. Paralisa
  4. Penurunan produksi telur ( kualitatif dan kuantitatif )
Post Mortem
  1. Hati bengkak ( banyak dikelilingi lemak ) dan pucat
  2. Ulcerasi pada ventrikulus
  3. Tuberkel pada hati berwarna abu - abu kehijauan
  4. Nodul kaseus di paru - paru
  5. Limpa dan pankreas membesar
Penanganan Kasus Saat ini

     1. Terapi Causatif ( penyebab )
  • Membuang ransum yang terkontaminasi jamur dengan konsentrasi tinggi, mengingat mikotoksin ini sifatnya sangat stabil.
  • Penambahan toxin binder ( pengikat mikotoksin ) seperti zeolit, bentonit, hydrate sodium calcium aluminosilicate ( HSCAS ) atau ekstrak dinding sel jamur. Antioksidan, seperti butyrated hidroxy toluene ( BHT ).
  • Mold inhibitor ( penghambat pertumbuhan jamur ), seperti asam organik atau garam dari asam organik tersebut. Asam Propionat merupakan mold inhibitors yang sering digunakan
      2. Terapi Supportif
  • Suplementasi vitamin, terutama vitamin larut lemak ( A, D, E, K ), asam amino ( metionin dan penilanin ) maupun meningkatkan kadar protein dan lemak dalam ransum.


Sumber : Diskusi penyakit pada tanggal 23 April 2013 di Satwa Unggul oleh Drh. Sri Yunani Wijayanti.

Selasa, 11 Juni 2013

SEKILAS TENTANG TELUR

Telur terdiri dari :
  • 10 % Kerabang telur
  • 59 % Putih telur
  • 31 % Kuning telur
Kuning telur mengandung : 13 % protein, 12 % lemak, multivitamin, asam amino dan mineral
Putih telur mengandung : 5 jenis protein dan karbohidrat
Pencapaian produksi telur : Kuantitas / jumlah produksi ( Hen Day )
Ayam mulai produksi umur 17 - 18 minggu ( awal produksi telur mencapai 5 % ), dalam kurun waktu +/- 2 bulan atau 25 minggu bisa mencapai 95 %. Masa puncak biasanya 5 minggu lalu akan turun. Setelah puncak akan mengalami penurunan sedikit demi ssedikit sebanyak 52 - 62 minggu. Laju penurunan produksi telur secara normal 0.4 - 0.5 % per minggu. Pada saat ayam berumur 80 minggu, jumlah produksi telah berada dibawah angka 70 % dan ayam siap afkir.

Kualitas telur bagian dalam ( kekentalan putih dan kuning, warna kuning tersebut ada didalamnya bintik pada putih / kuning telur tersebut ). Sedangkan kualitas bagian luar telur terletak pada bentuk ukuran dan warna kerabang. Berikut ciri - ciri telur ayam komersial yang NORMAL :
  • Cokelat terang
  • Kerabang telur tebal
  • Berat 55 - 65 gram
  • Putih telur kental
  • Tidak ada Blood spot ( Bintik Darah )
Warna cokelat pada telur ayam dipengaruhi adanya zat warna phopyrin disaluran reproduksi ayam yang dipengaruhi oleh asupan nutrisi / obat tertentu juga kondisi lingkungan dan penyakit.

Demikian sekilas tentang telur ayam ras, semoga bisa bermanfaat bagi pembaca yang budiman sekalian.....

Sumber : Materi training oleh tim kesehatan Satwa Unggul pada 7 Mei 2012 di Blitar - Jawa Timur

Sabtu, 08 Juni 2013

Ini adalah LOGO sebuah toko P.S ( Poultry Shop ) tempat saya bekerja saat ini di kawasan Blitar. Toko ini melayani jasa konsultasi kesehatan ayam serta vaksinasi dan berbagai macam sentrat ayam, obat dan vaksin. Ga' perlu disebut yaa nAma P.S-nya....... hihihi.. cukup dulu dah.... sekedar intermezzo...hehehe

Jumat, 07 Juni 2013

Ganti profesi di Bidang peternakan ayam petelur... sudah 1 tahun 4 bulan berkecimpeng didalamnya sebagai Konsultan kesehatan dan Sales penjualan.... semoga bisa bertahan dan semakin menyenangkan meski Jauh dari harapan.....

#Maaf yaa buat pembaca yang budiman... telah lama Off... mudah2n nanti bisa posting lagi tentang ilmu2 yang bermanfaat meskipun bukan Pertanian.... :)

Jum'at, 28 Rojab 1434 H / 7 Juni 2013